Hubungan manusia dan sinema itu memang tak terduga. Tak selalu ada sensibilitas, dan kita girang karenanya #room237
Tak adanya sensibilitas ini menimbulkan istilah cultism, sebuah upaya memahami obsesi yg meminggirkan reason #room237
Posisi cultism jadi pinggiran krn ada konotasi pra-reason, obsesif dan emosional, argumen yg dibangun arbitrary sekali #room237
#room237 dipenuhi obsesi dan argumen berdasar inferensi, memaksakan kaitan antara 2 hal yg kecil sekali kemungkinan hubungannya
#room237 seperti merayakan obsesi itu seperti sebuah pornografi, ada fetisisme dari sang filmmaker thd argumen2 yg tak masuk akal..
Sampai di situ, tiba2 #room237 mengingatkan saya terhadap The Act of Killing. Beda dlm subyek dan cara pandang, tapi punya kesamaan..
#room237 dan The Act of Killing sama2 lingering terhadap absennya sensibilitas. Keduanya sama berpusar pada sinema dlm menyajikan subyeknya
#room237 dan TAoK sama dlm melihat sinema: medium itu dipakai dlm usaha make sense thd kehidupan, terutama thd obsesi dan “kegilaan”
Dokumenter macam #room237 dan TAoK jd tanda epos baru sinema: intertextuality, self-referential, mediatized experience utk memahami dunia